Bupati Magetan dari Masa ke Masa (4)

Kanjeng Kyai Adipati Poerwodiningrat

Kanjeng Kyai Adipati Poerwodiningrat adalah Bupati Magetan keenam, yang memerintah mulai tahun 1755 – 1790. Pada saat Mataram dipimpin Paku Buwono II, pengaruh VOC terhadap kekuasaan pusat Mataram semakin dalam. Kuatnya pengaruh VOC pada akhirnya melahirkan perlawanan-perlawaan dari rakyat serta kalangan bangsawan yang tidak senang dengan kondisi tersebut. Pemberontakan yang dipimpin R.M. Sahid putra Pangeran Mangkunegara yang dibuang ke Srilangka, dilakukan melalui perang gerilya di luar kraton Surakarta. Kemudian menyusul Pangeran Mangkubumi (saudara Paku Buwono II) yang melakukan perlawanan sengit karena telah mendapat kepercayaan dari para bangsawan. Perang besar terjadi selama 9 tahun. Lalu dengan campur tangan Belanda perang saudara tersebut diakhiri pada 13 Desember 1755 dengan diadakannya perjanjian Gianti. Hasil perjanjian Gianti adalah membagi kerajaan Mataram menjadi 2, yaitu Mataram dengan ibukota Surakarta yang dipimpin Sunan Paku Buwono III (PB-III), yang selanjutnysa daerah ini disebut Kasunanan. Kemudian Mataram dengan ibukota Yogyakarta yang dipimpin Pangeran Mangkubumi, bergelar Sultan Hamengku Buwana I (HB-I), yang selanjutnya daerah ini disebut Kasultanan.

Akibat perpecahan wilayah Mataram tersebut, berubah pula pembagian dan susunan kerajaan atau negara, yang terdiri atas 3 bagian yaitu :

1.  Nagara yaitu kota atau tempat kedudukan raja.

2.  Nagara Agung yaitu daerah-daerah disekitar kota tempat kedudukan raja.

3.  Mancanegara yaitu daerah-daerah diluar Nagara dan Nagara Agung.

Bupati Mancanegara tersebut dikepalai oleh seorang Bupati Wedana (Bupati Kepala). Pembagian daerah-daerah mancanegara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta sebagai berikut :

  • Daerah Mancanegara Yogyakarta meliputi Madiun, Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertosono, Kalangbret, Ngrawa (Tulungagung), Japan (Mojokerto), Bojonegoro, Gerobogan.
  • Daerah Mancanegara Surakarta meliputi Jogorogo, Ponorogo, Separuh Pacitan, Kediri, Blitar, tambah Srengat dan Lodoso, Pace (Nganjuk-Brebek), Wirosobo (Mojoagung), Blora, Banyumas dan Keduwang.

Pembagian wilayah Mataram tersebut juga berimbas di Kabupaten Magetan. R.A Sumodiningrat yang diketahui selama ini setia pada Surakarta dipaksa berhenti sebagai Bupati Magetan. Selanjutnya pada tahun tersebut (1755) Kasultanan Yogyakarta mengangkat Kanjeng Kyai Adipati Poerwodiningrat sebagai Bupati Magetan yang ke-6 menggantikan R.A Sumodiningrat. K.K.A Poerwodiningrat adalah putra Bupati Pasuruhan, Raden Tumenggung Sasrawinata, cucu Pangeran Cakraningrat II (Pangeran Trunojoyo). K.K.A. Purwodiningrat semula menjabat Bupati Kertosono. Saat perang Giyanti mendukung Pangeran Mangkubumi. Hubungan kekeluargaan K.K.A. Poerwodiningrat dengan Kasultanan Yogyakarta begitu erat. Hal itu setelah beliau mengawinkan kedua putrinya dengan pihak keraton. Putri pertama yaitu Kanjeng Ratu Kedaton (Raden Ayu Gambirah) diperistri Sultan Hamengku Buwono II. Sedangkan putri kedua, Kanjeng Ratu Anom diperistri Sri Paku Alam I. Selanjutnya kedua putri tersebut diboyong ke Keraton Yogyakarta. Tidak hanya itu, Parampana (guru pribadi) K.K.A. Poerwodiningrat yaitu Kyai Kembang Sore kemudian juga diangkat menjadi Parampana Sultan HB-II. Ketika meninggal pada tahun 1790, K.K.A Poerwodiningrat dimakamkan di Desa Pacalan (Pacalan Kidul) kecamatan Plaosan, bersama dengan Kyai Kembang Sore dan sahabat-sahabatnya (Kyai Ambarsari, Kyai Nayawangsa, dan Kyai Sariwangsa).

Sumber bacaan :

Sukarjan (2014). “Magetan dalam Panggung Sejarah Indonesia”. Cet. I. Media Guru

Dinas Kominfo Kab. Magetan “Kabupaten Magetan Pada Zaman Penjajahan Belanda” diakses tanggal 6/10/2021 di https://kominfo.magetan.go.id/id/node/50/

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *