Bupati Magetan dari Masa ke Masa (8)

Dr. Sayidiman

Dr. Sayidiman adalah Bupati Magetan yang ke-15, menjabat sekitar 1 tahun mulai 1945 sampai 1946. Pada saat itu, kekuasaan jepang mulai surut. Dan pada 14 agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu setelah 2 bom atom menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Setelah itu, gerakan perlawanan rakyat terhadap Jepang makin berkobar dimana-mana, tak terkecuali di Magetan. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, Dr. Sayidiman sebagai Bupati Magetan segera mengambil langkah-langkah untuk membentuk Pemerintahan daerah. Pada 20 Agustus 1945, bertempat di Gedung Badan Pembantu Keluarga Korban Perjuangan, diadakan pembentukan satuan Barisan Tentara Rakyat (BKR). Anggotanya adalah para pemuda Magetan yang sebelumnya telah mendapat didikan sebagai Seinenden, Keibodan, Heiho dan PETA. Adapun susunan BKR Magetan, yang menjadi ketua adalah Soetojo, wakil ketua Lucas Kustarjo, sekretaris Samsoeri, anggota staf terdiri Soedijono Alimbi, Mangkoedimoeljo, Soemadi, dan Bustami. Selanjutnya pada 21 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Magetan dengan susunan, Ketua Dr. Sayidiman (Bupati Magetan), wakil ketua Moh. Wijono, dan anggotanya terdiri dari wakil instansi dan badan-badan sosial yang ada.  Kemudian sesuai instruksi dari pemerintah pusat, Komite Nasional Indonesia Daerah diubah menjadi Badan Perwakilan Rakyat Daerah (BPRD) dengan susuannya, ketua Dr. Sayidiman (Bupati Magetan), wakil ketua Moh. Wijono, dan anggota – anggotanya Koesmanbid, Umardus, Amir dan Joewono. BPRD dan Bupati bersama-sama mengatur urusan rumah tangga daerah. Selang beberapa waktu, Dr. Sayidiman ditarik kembali ke Dinas Kesehatan Surabaya dan jabatannya sebagai Bupati berakhir sejak saat itu.

Sudibjo

Sudibjo diangkat sebagai Bupati Magetan yang ke-16, menggantikan Dr. Sayidiman yang ditarik kembali ke Dinas Kesehatan Surabaya. Ia menjabat mulai tahun 1946 sampai 1948 karena meninggal menjadi korban pemberontakan PKI di Madiun. Di masa pemerintahannya, pasca proklamasi kemerdekaan RI situasinya masih belum stabil. Setelah perang melawan sekutu di Surabaya, pemerintah RI dibayang-bayangi oleh agresi militer Belanda. Di sisi lain, kehidupan politik nasional mengalami euforia setelah sebelumnya di masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi politik di larang. Setelah dikeluarkannya maklumat wakil presiden No X tahun 1945, badan-badan dan kelompok perjuangan yang pada masa perjuangan kemerdekaan bersifat sosial, pada akhirnya cenderung menjadi organisasi politik. Ditengah kemelut pemerintah menghadapi agresi Belanda, pada september 1948 terjadi pemberontakan PKI di Madiun. Orang-orang komunis dengan begitu ganas dan membabi buta melakukan penculikan, penganiayaan, dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh pemerintahan serta orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Dampak aksi-aksi pemberontakan tersebut sangat terasa di Magetan. Dipimpin oleh jenderal Sipong, pasukan PKI melakukan penangkapan terhadap lawan politik dan tokoh pemerintahan di Magetan, diantaranya Bupati Magetan Sudibjo, wakil BPRD Moh. Wiyono, kepala jawatan penerangan Umar Danus, komandan KDM Kapten Imam Hadi, ketua PDR Yadi Kusumo, serta beberapa tokoh tokoh lainnya. Para tokoh-tokoh tersebut dibunuh PKI di sumur tua di Desa Soco Kec. Bendo, Magetan.

Sumber bacaan :

Sukarjan (2014). “Magetan dalam Panggung Sejarah Indonesia”. Cet. I. Media Guru

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *