DESKRIPSI BUKU
Penulis: Jusuf Suroso dan Jaumat Dulhajah
Penerbit : Kata Hasta Pustaka
Kota : Jakarta
Tahun: 2006
Halaman : 226
Nomor Panggil : 959.8 JUS
Lokasi : Perpustakaan Umum Magetan
Ishak menjelaskan bahwa dalam penyergapan TNI itu ada yang terbunuh 2 orang. siapa lagi kalau bukan Ersa dan si tukang masak. Bagaikan disambar geledek, badan saya langsung lemas. Dan baru tahu rupanya ada yang terbunuh yaitu Ersa. Saya lemas terkulai mendengar kabar ini. tangis saya meledak, innalillahi wa inailahi rojiun. Semoga Ersa diterima disisi Allah.
“pengalaman luar biasa Fery Santoro 1 tahun kurang ditawan GAM di pedalaman Aceh mengajarkan kepada segenap Jurnalis bahwa profesi kewartawanan memang penuh resiko, hanya mampu dilakukan oleh mereka yang berani, tabah, loyal dan memiliki sikap teguh, yakin dan kuat pada komitmen profesi. Jalan sejarah memang hanya terbuka bagi pemberani, jalan itu tertutup bagi pengecut.”
–Tarman Azzam–
“… Keinginan mau menang sendiri sebagai kata ganti dari keserakahan pada kedudukan, kekuasaan dan kekayaan tidak akan pernah mempu menyelesaikan masalah. Dibalik paduan kata dan kamera itu beriringan dengan ego sentris seseorang, wartawan atau bukan, maka pemahaman tentang kematian karena kesetiaan dan kecintaan pada pekerjaan justru mengajarkan arti terdalam kehidupan.”
–Widjanarko Puspoyo–
Buku ini mengungkapkan pengalaman juru kamera Fery santoro salah satu dari dari 2 wartawan RCTI yang pada 29 Juni 2003 disergap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan ditawan selama 325 hari. Turut diceritakan kisah menyedihkan reporter senior Ersa Siregar rekannya waktu itu, yang tewas tertembak dalam suatu penyergapan oleh pasukan TNI terhadap kelompok GAM. Pada Mei 2004 akhirnya Fery dibebaskan.
Ditengah perjalanan pulang menuju Lhokseumawe perasaan saya agak tidak enak, takut akan terjadi sesuatu. Perasaan saya benar, di tengah jalan itulah kami distop oleh 5 orang bersenjata. Saya terperanjat karena sedang tidur, tahu-tahu mobil digantikan dan mereka masuk lalu mengambil alih kemudi.
Ishak Daud merangkum semua hasil pemeriksaan. Dia mengatakan “semua tidak ada yang salah dari hasil pemeriksaan” kalau tidak ada yang salah, mengapa terus ditahan? Ada permainan apa lagi, mungkinkah kami akan dijadikan kartu truf bagi mereka? Ersa sempat pula menanyakan kapan kebebasan kami.
Kami dijaga oleh lima orang anggota GAM. Mereka boleh dikata sangat baik terhadap kami. Dan, perhatian mereka terhadap kami cukup besar, rupanya mereka sudah pernah melihat wajah Ersa di siaran RCTI. Sebuah kamp yang tak tahu persis posisinya dimana Ersa dan saya tinggal bersama mereka.
Jelaslah sudah kami mau dijadikan alat untuk menaikkan posisi tawar GAM. Dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu Palang Merah Indonesia dan ICRC (Komite Palang Merah Internasional}, mereka berhitung leverage mereka naik. GAM setara dengan NKRI.
Buku bersubyek kisah tokoh yang pernah ditahan GAM ini menjadi salah satu koleksi Perpustakaan Umum Magetan. Ayo berkunjung …