Tumenggung Citrodiwiryo
Tumenggung Citrodiwiryo adalah Bupati Magetan yang keempat. Menjabat sebagai Bupati mulai tahun 1930 – 1943. Menurut sebuah catatan, Tumenggung Citrodiwiryo adalah orang asli Magetan. Pada masa pemerintahan Bupati ini, terjadi pergeseran-pergeseran kekuatan di pusat Mataram yang pengaruhnya sampai di Magetan. Bermula pada 1741 ketika terjadi huru hara Cina di Batavia. Ribuan orang Cina keluar dari Batavia dan melakukan serangan-serangan terhadap pos-pos militer VOC. Rakyat Jawa yang sejak lama memendam kebencian kepada VOC sejak perlawanan Tunojoyo dan Untung Suropati, serta Sunan Amangkurat Emas, meraih simpati pada huru hara tersebut. Semarang, Rembang dan ibu kota Kartosuro diserang. Benteng VOC dibakar dan para pasukan dan pembesar Belanda dibunuh.pada waktu itu, pasukan huru hara Cina bergabung dengan pasukan rakyat pimpinan Raden Mas Garendi yang termasuk keluarga bangsawan Mataram. Sunan Paku Buwono II yang menggantikan Sunan PB-I pada 1726, tampak ragu menghadapi pergolakan ini, dan akhirnya Kraton sunan di Kartosuro diserang rakyat. Sunan Paku Buwono II (PB-II) bersama para penasihatnya dan VOC (yakni Hohendorff dan Hogewitz) melarikan diri ke timur. Rombongan ini beserta beberapa prajurit pengawal naik ke gunung Lawu, dan tiba di Trajikuning. Mendapat laporan bahwa rombongan Sunan PB-II menuju daerah Magetan, Tumenggung Citrodiwiryo menyiapkan pasukan untuk menjemput dan akhirnya bertemu rombongan Sunan PB-II di Desa Guger. Selanjutnya rombongan tersebut melanjutkan perjalanannya ke timur dan tiba di kota Magetan pada 3 Juli 1742. Rombongan Sunan PB-II menginap di Magetan selama 2 malam, yang kemudian meneruskan perjalanan ke Wanasari (kota Madiun sekarang). Selanjutnya rombongan meneruskan perjalanan ke selatan dan tiba di Ponorogo pada 8 juni 1742. Dalam situasi tersebut, Bupati Magetan Tumenggung Citrodiwiryo mengirim utusan ke berbagai kabupaten untuk memberi kabar kepada para Bupati yang masih setia bahwa Sunan PB-II sedang dalam pelarian.
Raden Arja Sumodiningrat
Raden Arja Sumodiningrat adalah Bupati Magetan yang kelima, menjabat mulai tahun 1743 – 1755. Raden Arja Sumodiningrat diangkat oleh Sunan Paku Buwono II (PB-II) menggantikan Tumenggung Citrodiwiryo yang sudah lanjut usia. Pada waktu itu, huru hara Cina dapat dipadamkan dan Sunan PB-II telah kembali ke Kartosuro. Akibat pergolakan rakyat yang menyerang Kraton Sunan di Kartosuro, Sunan PB-II membangun kraton dan ibu kota baru di Solo. Selama pemerintahan bupati Magetan R. A. Sumodiningrat, kerajaan Mataram sedang mengalami kemunduran karena VOC semakin ikut campur dalam pemerintahan Mataram. Akibatnya beban rakyat di daerah-daerah bertambah berat. Pada tahun 1744 pemerintahan pusat Mataram atas desakan wakil VOC membuat ketetapan baru, bahwa kewajiban bupati-bupati untuk menyerahkan hasil bumi kepada VOC bertambah besar yakni tentang setoran beras dan kacang hijau. Jumlah setoran hasil bumi para bupati di wilayah Madiun yaitu, Ponorogo 137 koyan beras, Wanasari (Madiun) 54 koyan beras, Jogorogo 12 koyan beras, Magetan 7 koyan beras, caruban 5 koyan beras. Selain penambahan setoran hasil bumi, ketetapan baru yang lain adalah pembatasan jumlah prajurit para bupati. Ketetapan ini mungkin untuk mengurangi potensi pemberontahan. Pembatasan jumlah prajurit berdasarkan besar kecilnya daerah, kewajiban, kedudukan daerah, serta strategis tidaknya daerah tersebut. Kabupaten Wanasari (Madiun) jumlah prajuritnya dibatasi 2.000 prajurit lokal, Jogorogo dibatasi 1.200 prajurit, dan Ponorogo, Pacitan dan Magetan dibatasi 1.000 prajurit.
Sumber bacaan :
Sukarjan (2014). “Magetan dalam Panggung Sejarah Indonesia”. Cet. I. Media Guru