Tuhan Tidak Perlu Dibela

DESKRIPSI BUKU

Pengarang : Abdurrahman Wahid

Penerbit : Noktah

Kota : Yogyakarta

Tahun : 2017

Halaman : 360

Nomor panggail : 808.8 ABD

Lokasi : Perpustakaan Umum Magetan

Buku ini juga memuat tulisan-tulisan Gus Dur yang berbicara tentang kebudayaan lokal yang memiliki arti penting bagi pluralisme sebagai prasyarat terbentuknya civil society. Buku  ini terbagi dalam tiga bagian, pertama bertema ‘Refleksi kritis pemikiran Islam’, kedua bertema ‘Intensitas kebangsaan dan kebudayaan’, dan ketiga bertema ‘Demokrasi, ideologi, dan politik’. Gus Dur menggambarkan paradoks-paradoks yang terjadi disekitar pemikiran Islam, perdebatan politik, sosial keagamaan, dan ideologi antarkelompok dalam konteks kebangsaan Indonesia.

Tulisan-tulisan yang terkumpul dalam buku ini diambil dari kolom-kolom Gus Dur di majalah Tempo dasawarsa 1970-an dan 1980-an. Buku ini mengajak kita untuk memikirkan kembali persoalan-persoalan kenegaraan, kebudayaan, dan keislaman kita.

“Al-Hujwiri mengatakan: Bila engkau menganggap Allah ada hanya karena engkau merumuskannya, hakikatnya engkau sudah menjadi kafir. Allah tidak perlu disesali kalau “Ia menyulitkan” kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat_Nya. Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya.”

[dalam Tuhan Tidak Perlu Dibela]

Dalam kaitannya agama, buku ini mempersoalkan fenomena agama dan kekerasan politik yang akhir-akhir ini banyak mengemuka. Agama dan kekerasan politik menjadi perhatian utama Gus Dur karena menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam.

“Kalau ada yang tidak setuju dengan kerasnya pengeras suara yang mengumandangkan suada adzan dari masjid tersebut, mungkin Bung Hatta-lah orang pertama akan bersikap demikian. Tetapi sikapnya untuk berdiam diri dai hadapan kenyataan seperti itu justru dihargai orang di lingkungan itu: pinter ngemong, kata orang Jawa. Kearifan orang yang telah  menemukan hubungannya sendiri dengan Tuhannya, tidak terganggu dengan manifestasi kehidupan beragama orang banyak di sekitarnya.”

[dalam Sama-sama Bermimpi Besar]

“Berbeda dari tokoh-tokoh polos dalam sejarah, seperti George Washington dan Gandhi, kebesaran Khomeini dan Mao justru terletak pada kesimpang-siuran persepsi yang mereka timbulkan dalam benak umat manusia.”

[dalam Khomeini dan Beberapa Pertanyaan]

Buku bersubyek kumpulan esai karya Gus Dur, presiden keempat RI ini merupakan salah satu koleksi menarik Perpustakaan Umum Magetan. Ayo berkunjung …

Sinopsis buku ini juga dapat disimak melalui kanal berikut :

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *